Kepemimpinan suami dalam keluarga adalah topik yang sangat penting dalam kehidupan berumah tangga, baik dari sudut pandang hukum maupun agama. Kepemimpinan ini bukan sekadar soal posisi, tetapi lebih kepada tanggung jawab untuk membimbing, mengajari, dan menentukan arah kehidupan keluarga. Seorang suami memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah, perlindungan, serta menciptakan lingkungan yang aman dan penuh kasih bagi istri dan anak-anaknya. Namun, kepemimpinan ini sering kali dihadapkan pada tantangan nyata yang mempengaruhi keberhasilan hubungan dalam rumah tangga.
Salah satu aspek fundamental dari kepemimpinan suami adalah kemampuannya untuk menciptakan suasana yang harmonis dan saling menghormati. Dalam konteks ini, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menjadi masalah yang sangat serius. Data dari Komisi Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KEMENPPPA) mencatat bahwa dalam periode awal tahun 2024, terdapat 16.610 kasus KDRT, di mana 88,8% pelaku adalah laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak suami yang mengabaikan tanggung jawab mereka sebagai pemimpin dengan melakukan tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Seorang pemimpin sejati seharusnya memimpin dengan kasih sayang, bukan dengan kekerasan. Ketika suami melakukan KDRT, ia tidak hanya melanggar norma moral, tetapi juga menyimpang dari peran kepemimpinannya yang sebenarnya.
Kepemimpinan yang baik dalam keluarga juga mencakup kewajiban suami untuk menafkahi keluarganya. Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, suami diharapkan untuk memenuhi kebutuhan istri dan anak-anak, baik dari segi materi maupun dukungan emosional. Nafkah yang diberikan mencakup kebutuhan dasar sehari-hari, seperti makanan, tempat tinggal, dan pendidikan. Dalam hukum, ada konsekuensi bagi suami yang gagal menunaikan kewajibannya ini. Istri memiliki hak untuk mengajukan gugatan ke pengadilan jika suami tidak memberikan nafkah yang layak, dan dalam perspektif agama, suami yang tidak menafkahi keluarganya dianggap berdosa.
Selain itu, kepemimpinan suami harus mencerminkan keadilan dan tanggung jawab. Seorang suami tidak hanya berperan sebagai penyedia nafkah, tetapi juga sebagai pendukung emosional dan spiritual bagi keluarganya. Hubungan yang baik dan harmonis antara suami dan istri sangat penting untuk menciptakan keluarga yang sejahtera. Ketika suami menjalankan tanggung jawabnya dengan baik, ia dapat membangun lingkungan keluarga yang penuh kasih, saling mendukung, dan dapat memberikan dampak positif bagi anak-anaknya.
Kepemimpinan suami dalam keluarga menuntut tanggung jawab besar yang meliputi perlindungan, nafkah, dan dukungan emosional. Suami diharapkan untuk memimpin dengan adil, bijaksana, dan penuh kasih sayang, sesuai dengan prinsip moral yang tinggi. Ketika suami berhasil menjalankan perannya dengan baik, bukan hanya keluarga yang diuntungkan, tetapi juga masyarakat secara luas. Kepemimpinan yang benar akan memberikan manfaat bagi semua anggota keluarga dan menjadi contoh positif bagi orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian, peran suami dalam keluarga tidak hanya sekadar posisi, tetapi lebih kepada tanggung jawab yang harus dijalankan dengan sepenuh hati demi kebaikan semua.
Penulis : Muhamad Farhan, Hani, Windia, Vania, Hendri, Ghinaus Salamah, Putri Novayanti, Syifa Tri, Muhamad Alhimni / Mahasiswa Pendidikan Sosiologi di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa